Sebenarnya bagi sebagian orang yang berkecimpung dalam dunia jurnalistik mereka dapat mengolah kata seperti tidak biasa tulisan pada umumnya, biasanya bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik.
Dalam hal ini, marilah kita tetapkan beberapa patokan dalam menggunakan bahasa jurnalistik.
Pengarang Amerika Ernest Hemingway yang memenangkan Hadiah Pulitzer dan Hadiah Nobel di waktu mudanya menjadi wartawan surat kabar Kansas City Star. Di situ dia sambil bekerja diberi pelajaran tentang prinsip-prinsip penulisan berita. Pelajaran itu baik sekali dijadikan pedoman oleh wartawan Indonesia, apakah dia bekerja pada kantor berita, surat kabar, majalah, atau pada radio dan televisi. Prinsip yang diajarkan kepada Hemingway ialah sebagai berikut.
Beberapa prinsip penting dalam menulis dalam dunia jurnalistik :
- .Menggunakan kalimat yang pendek
Bahasa ialah alat untuk menyampaikan cipta dan informasi. Bahasa diperlukan dalam komunikasi. Wartawan perlu memahami bahwa supaya apa yang disampaikannya kepada khalayak (audience) betul-betul dapat dimengerti orang. Kalau tidak demikian, maka gagallah wartawan itu karena dia tidak komunikatif dalam memberikan berita. Salah satu cara, dia harus berusaha menjauhi penggunaan kata-kata teknik ilmiah atau kalau terpaksa juga, dia harus menjelaskan terlebih dahulu apakah arti kata-kata tersebut. Dia harus menjauhi kata-kata bahasa asing. Kalau maksud tercapai dengan memakai perkataan "ikut-sertanya", "keikutsertaan", maka baiklah diurungkan niat menuliskan perkataan yang lebih sulit, yaitu "partisipasi".
- .Menggunakan bahasa yang mudah di pahami
Khalayak media massa, yaitu pembaca surat kabar, pendengar radio, penonton televisi terdiri dari aneka ragam manusia dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang berbeda-beda, dengan minat perhatian, daya tangkap, kebiasaan yang berbeda-beda pula. Mencapai khalayak yang beraneka ragam dengan berhasil merupakan masalah yang berat bagi wartawan. Bagaimanakah caranya supaya sedapat mungkin bertemu? Injo Beng Goat, pemimpin redaksi harian "KengPo" di Jakarta tahun 1950-an mempunyai semacam rumus. Dia berkata kalau dia hendak menulis tajuk rencana, maka yang dibayangkan di depan matanya ialah pembaca yang pukul rata berpendidikan sederhana, katakanlah tamat SMP. Dengan patokan demikian dia berusaha menulis sesederhana dan semudah mungkindi pahami pembaca.
- .Menggunakan bahasa sederhana
Kalimat bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ia terdiri dari kata pokok atau subjek (S), kata sebutan atau predikat (P), dan kata tujuan atau objek (O). Misalnya, kalimat "Si Amin (S) pergi ke pasar (P) membeli sebuah pena". Kalimat demikian sudah lengkap berdiri sendiri. Karena terpengaruh oleh jalan bahasa Belanda atau bahasa Inggris, ada orang Indonesia yang biasa pula menulis kalimat yang panjang, berbentuk "compound sentence", kalimat majemuk dengan induknya dan anaknya yang dihubungkan dengan kata sambung. Misalnya, dia menulis, "Si Amin pergi ke pasar beli sebuah pena yang mana merupakan pemborosan tenaga oleh karena telah dikatakan kepadanya bahwa pena itu dapat juga dibeli di toko seberang rumahnya sehingga segala sesuatu lebih mudah jadinya". Dengan menggunakan kalimat majemuk, pengutaraan pikiran kita mudah terpeleset menjadi berbelit-belit dan bertele-tele. Sebaiknya, wartawan menjauhkan diri dari kesukaan memakai kalimat majemuk karena bisa mengakibatkan tulisannya menjadi "woolly" alias tidak terang.
- .Menggunakan bahasa tanpa kalimat majemuk.
Membuat berita menjadi hidup bergaya ialah sebuah persyaratan yang dituntut dari wartawan. Berita demikian lebih menarik dibaca. Bandingkanlah, misalnya, kalimat yang berbunyi, "Si Amin dipukul babak belur oleh si Poltak" dengan kalimat yang berbunyi, "Si Poltak memukul si Amin babak belur".
Tidakkah terasa kalimat yang kedua jauh lebih hidup bergaya? Kecuali tentunya jika fokus hendak dijuruskan pada si Amin yang membuat kalimat pertama dapat dipertanggungjawabkan, maka umumnya cara menulis dengan kalimat kedua, yaitu dalam bentuk aktif lebih disukai dalam dunia jurnalistik. Kalimat pasif jarang dipakai, walaupun ada kalanya dia dapat menimbulkan kesan kuat.
- .Menggunakan bahasa dengan kalimat aktif, bukan kalimat pasif.
Wartawan muda sering kali suka terbawa menulis dengan mengulangi makna yang sama dalam berbagai kata. Ini dapat dipahami, apalagi jika dia hendak berkecimpung dalam dunia lirik dan puisi. Dia mengira dengan demikian tulisannya menjadi lebih indah. Misalnya, dia menulis kalimat berikut, "Siapa nyana, siapa kira, siapa sangka hati Ratih hancur-luluh, runtuh-berderai karena gadis jelita elok rupawan si manis Indah". Bahasa jurnalistik tidak menghajatkan hal demikian karena kata-kata yang dipakai harus efisien dan seperlunya saja. Kembang-kembang bahasa harus dihindarkan. Bahasa jurnalistik harus hemat dengan kata-kata.
- .Menggunakan bahasa padat, kuat dan berisi.
Pengarang Ernest Hemingway juga mengemukakan sebuah prinsip lain dalam penulisan berita. Kita bisa menulis umpamanya kalimat berikut, "Wartawan Sondang Meliala tidak menghendaki penataran wartawan olahraga". Kalimat ini secara teknis dinamakan berbentuk negatif (lihat perkataan "tidak menghendaki"). Akan tetapi, dengan arti yang persis sama, kita bisa pula menulis, "Wartawan Sondang Meliala menolak penataran wartawan olahraga". Kalimat ini dinamakan berbentuk positif (perkataan "menolak" positif sifatnya dibandingkan dengan perkataan "tidak menghendaki" yang mengandung perkataan "tidak" dan karena itu bersifat negatif. Manakala di antara kedua kalimat tadi yang kita pilih? Hemingway menasihatkan supaya sedapat-dapatnya kita menulis dalam bentuk kalimat positif.
- .Menggunakan bahasa positif, bukan bahasa negatif.
Demikianlah artikel ini di buat tentang bahasa jurnalistik Indonesia.
Definisinya diberikan, sifat-sifat khasnya dicirikan, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik.
Pendasarannya diunjukkan, yaitu harus berdasar bahasa baku.
Pokok-pokok aturan tata bahasa Indonesia tidak boleh diabaikannya.
Ejaan baru ditaatinya.
0 Response to "Cara belajar menulis jurnalistik"
Post a Comment